Teknik/Kaidah Penulisan Resep
Posted: March 19, 2011 in FarmakologiTags: Dosis, Obat, Penulisan resep, Resep
6
Preskripsi dokter sangat penting bagi seorang dokter dalam proses peresepan obat bagi pasiennya. Dokter dalam mewujudkan terapi yang rasional, memerlukan langkah yang sistematis dengan moto 5T (Tepat obat, Tepat dosis, Tepat cara, dan jadwal pemberian serta tepat BSO dan untuk penderita yang tepat). Preskripsi yang baik haruslah ditulis dalam blanko resep secara lege artis.
PENGERTIAN UMUM TENTANG RESEP
Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peratuan perundangan yang berlaku. Resep yang benar adalah ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku.
Unsur-unsur resep:
1. Identitas Dokter
Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
3. Superscriptio Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
4. Inscriptio
Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas
5. Subscriptio
Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya. Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang digunakan.
Contoh:
- m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
- m.f.l.a. sol
- m.f.l.a. pulv. No XX da in caps
6. Signatura
Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dl .
Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah makan)
7. Identitas pasien
Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan umur). Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat badan pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.
TATA CARA PENULISAN RESEP
Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk Indonesia, resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal 10) memuat:
1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah melebihi dosis
maksimum
1. Identitas Dokter
Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
3. Superscriptio Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
4. Inscriptio
Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas
5. Subscriptio
Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya. Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang digunakan.
Contoh:
- m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
- m.f.l.a. sol
- m.f.l.a. pulv. No XX da in caps
6. Signatura
Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dl .
Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah makan)
7. Identitas pasien
Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan umur). Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat badan pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat.
TATA CARA PENULISAN RESEP
Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk Indonesia, resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal 10) memuat:
1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)
2. Tanggal penulisan resep
3. Nama setiap obat/komponen obat
4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah melebihi dosis
maksimum
LANGKAH PRESKRIPSI
1. Pemilihan obat yang tepat
Dalam melakukan prakteknya, dokter pertama kali harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik pada pasiennya untuk menegakkan diagnosis. Setelah itu, dengan mempertimbangkan keadaan (patologi penyakit , perjalanan penyakit dan manifestasinya), maka tujuan terapi dengan obat akan ditentukan. Kemudian akan dilakukan pemilihan obat secara tepat, agar menghasilkan terapi yang rasional.
Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:
a. Bagaimana rasio manfaat dengan risiko obat yang dipilih
b. Bagaimana keamanan (efek samping, kontra indikasi) obat yang dipilih
c. Jenis bahan obat apa (bahan baku, formula standar, bahan generik, atau bahan paten) yang
dipilih
d. Pertimbangan biaya/harga obat
Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter akan tepat berdasar manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita Untuk mewujudkan terapi obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil gunaserta biaya, maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat dalam preskripsi. Bahan obat di dalam resep termasuk bagian dari unsur inscriptio dan merupakan bahan baku, obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan generik) atau bahan jadi/paten
Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku Farmakope Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna jenis obat paten perlu memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat yang dikandung di dalamnya agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan pelayanan obat di apotek tidak menjumpai adanya masalah.
Contoh: Apabila dalam terapi perlu diberikan bahan obat Paracetamol, maka dapat dipilih bahan baku (ada di apotik), sediaan generik berlogo (bentuk tablet atau sirup paracetamol atau sediaan paten) Jumlah obat yang ditulis di dalam resep tergatung dari lama pemberian dan frekuensi pemberian. Parameter yang diperlukan untuk menentukannya adalah lama perjalanan penyakit, tujuan terapi, dan kondisi penderita. Jumlah obat dituliskan dengan angka Romawi untuk jenis sediaan jadi/paten
Contoh: Tab. Sanmol 500 mg no. X atau Tab. Sanmol 500 mg da X
1. Pemilihan obat yang tepat
Dalam melakukan prakteknya, dokter pertama kali harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik pada pasiennya untuk menegakkan diagnosis. Setelah itu, dengan mempertimbangkan keadaan (patologi penyakit , perjalanan penyakit dan manifestasinya), maka tujuan terapi dengan obat akan ditentukan. Kemudian akan dilakukan pemilihan obat secara tepat, agar menghasilkan terapi yang rasional.
Hal yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam memilih obat:
a. Bagaimana rasio manfaat dengan risiko obat yang dipilih
b. Bagaimana keamanan (efek samping, kontra indikasi) obat yang dipilih
c. Jenis bahan obat apa (bahan baku, formula standar, bahan generik, atau bahan paten) yang
dipilih
d. Pertimbangan biaya/harga obat
Dengan mempertimbangkan hal di atas, diharapkan preskripsi obat dokter akan tepat berdasar manfaat, keamanan, ekonomi, serta cocok bagi penderita Untuk mewujudkan terapi obat yang rasional dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil gunaserta biaya, maka seorang dokter perlu memahami kriteria bahan obat dalam preskripsi. Bahan obat di dalam resep termasuk bagian dari unsur inscriptio dan merupakan bahan baku, obat standar (obat dalam formula baku/resmi, sediaan generik) atau bahan jadi/paten
Nama obat dapat dipilih dengan nama generik (nama resmi dalam buku Farmakope Indonesia) atau nama paten (nama yang diberikan pabrik). Pengguna jenis obat paten perlu memperhatikan kekuatan bahan aktif dan atau komposisi obat yang dikandung di dalamnya agar pemilihan obat yang rasional dapat tercapai dan pelayanan obat di apotek tidak menjumpai adanya masalah.
Contoh: Apabila dalam terapi perlu diberikan bahan obat Paracetamol, maka dapat dipilih bahan baku (ada di apotik), sediaan generik berlogo (bentuk tablet atau sirup paracetamol atau sediaan paten) Jumlah obat yang ditulis di dalam resep tergatung dari lama pemberian dan frekuensi pemberian. Parameter yang diperlukan untuk menentukannya adalah lama perjalanan penyakit, tujuan terapi, dan kondisi penderita. Jumlah obat dituliskan dengan angka Romawi untuk jenis sediaan jadi/paten
Contoh: Tab. Sanmol 500 mg no. X atau Tab. Sanmol 500 mg da X
Bahan/sediaan obat dalam preskripsi berdasarkan peraturan perundangan dapat dikategorikan:
a. Golongan obat narkotika atau O (ct: codein, morphin, pethidin)
b. Golongan obat Keras atau G atau K
Dibedakan menajadi 3:
- Golongan obat Keras tertentu atau Psikotropika (diazepam dan derivatnya)
- Golongan obat Keras atau K (ct: amoxicil in, ibuprofen)
- Golongan obat wajib apotek atau OWA (ct: famotidin, al opurinol, gentamycin topical)
c. Golongan obat bebas terbatas atau W (ct: paracetamol, pirantel palmoat)
d. Golongan obat bebas (ct: Vitamin B1, Vitamin C)
Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus) jumlah obat tidak cukup hanya dengan angka saja, namun disertai dengan huruf angka tersebut, misal X (decem) dan agar sah harus dibubuhi tanda tangan dokter (bukan paraf). Hal ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan obat di masyarakat.
2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat
a. Cara pemberian obat
Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal, parenteral, topical, dl ). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara pemberian obat:
- Tujuan terapi
- Kondisi pasien
- Sifat fisika-kimia obat
- Bioaviabilitas obat
- Manfaat (untung-rugi pemberian obat)
Cara pemberian yang dipilih adalah yang memberikan manfaat klinik yang optimal dan memberikan keamanan bagi pasien. Misalkan pemberian obat Gentamicyn yang diperlukan untuk tujuan sistemik, maka sebaiknya dipilih lewat parenteral. NSAIDs yang diberikan pada penderita gastritis sebaiknya dilakukan pemberian per rectal.
b. Aturan dosis (dosis dan jadwal pemberian) obat
a. Golongan obat narkotika atau O (ct: codein, morphin, pethidin)
b. Golongan obat Keras atau G atau K
Dibedakan menajadi 3:
- Golongan obat Keras tertentu atau Psikotropika (diazepam dan derivatnya)
- Golongan obat Keras atau K (ct: amoxicil in, ibuprofen)
- Golongan obat wajib apotek atau OWA (ct: famotidin, al opurinol, gentamycin topical)
c. Golongan obat bebas terbatas atau W (ct: paracetamol, pirantel palmoat)
d. Golongan obat bebas (ct: Vitamin B1, Vitamin C)
Pada penulisan obat narkotika dan psikotropika/khusus) jumlah obat tidak cukup hanya dengan angka saja, namun disertai dengan huruf angka tersebut, misal X (decem) dan agar sah harus dibubuhi tanda tangan dokter (bukan paraf). Hal ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan obat di masyarakat.
2. Penetapan cara pemberian dan aturan dosis yang tepat
a. Cara pemberian obat
Obat diberikan dengan berbagai macam cara (per oral, per rectal, parenteral, topical, dl ). Hal yang diperlukan dalam menentukan cara pemberian obat:
- Tujuan terapi
- Kondisi pasien
- Sifat fisika-kimia obat
- Bioaviabilitas obat
- Manfaat (untung-rugi pemberian obat)
Cara pemberian yang dipilih adalah yang memberikan manfaat klinik yang optimal dan memberikan keamanan bagi pasien. Misalkan pemberian obat Gentamicyn yang diperlukan untuk tujuan sistemik, maka sebaiknya dipilih lewat parenteral. NSAIDs yang diberikan pada penderita gastritis sebaiknya dilakukan pemberian per rectal.
b. Aturan dosis (dosis dan jadwal pemberian) obat
DOSIS
Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis perlu mempertimbangkan:
1) kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ tubuh)
2) kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan)
3) Indeks terapi obat (lebar/sempit)
4) variasi kinetik obat
5) cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti)
Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik (berat badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari rumus yang dipakai.
JADWAL PEMBERIAN
Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per kali dan saat/waktu pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.
FREKUENSI
Frekuansi artinya berapa kali obat yang dimaksud diberikan kepada pasien. Jumlah pemberian tergantung dari waktu paruh obat, BSO, dan tujuan terapi. Obat anti asma diberikan kalau sesak (p.r.n) namum bila untuk menjaga agar tidak terjadi serangan asma dapat diberikan secara teratur misal 3 x sehari (t.d.d).
SAAT/WAKTU PEMBERIAN
Hal ini dibutuhkan bagi obat tertentu supaya dalam pemberiannya memiliki efek optimal, aman dan mudah di kuti pasien. Misal: Obat yang absorbsinya terganggu oleh makanan sebaiknya diberikan saat perut kosong 1/2 – 1 jam sebelum makan (1/2 – 1 h. a.c), obat yang mengiritasi lambung diberikan sesudah makan (p.c) dan obat untuk memepermudah tidur diberikan sebelum tidur (h.s), dl .
LAMA PEMBERIAN
Lama pemberian obat didasarkan perjalanan penyakit atau menggunakan pedoman pengobatan yang sudah ditentukan dalam pustaka/RS. Misalkan pemberian antibiotika dalam waktu tertentu (2 hari setelah gejala hilang untuk menghindari resistensi kuman, obat simtomatis hanya perlu diberikan saat simtom muncul (p.r.n), dan pada penyaklit kronis (misalasma, hipertensi, DM) diperlukan pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hidup (ITER!)
3. Pemilihan BSO yang tepat
Pemilihan BSO dalam preskripsi perlu dipertimbangkan agar pemberian obat optimal dan hargaterjangkau. Faktor ketaatan penderita, factor sifat obat, bioaviabilitas dan factor sosial ekonomi dapat digunakan sebagai pertimbangan pemilihan BSO
4. Pemilihan formula resep yang tepat
Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis perlu mempertimbangkan:
1) kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ tubuh)
2) kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan)
3) Indeks terapi obat (lebar/sempit)
4) variasi kinetik obat
5) cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti)
Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik (berat badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari rumus yang dipakai.
JADWAL PEMBERIAN
Jadwal pemberian ini meliputi frekuensi, satuan dosis per kali dan saat/waktu pemberian obat. Dalam resep tertuang dalam unsur signatura.
FREKUENSI
Frekuansi artinya berapa kali obat yang dimaksud diberikan kepada pasien. Jumlah pemberian tergantung dari waktu paruh obat, BSO, dan tujuan terapi. Obat anti asma diberikan kalau sesak (p.r.n) namum bila untuk menjaga agar tidak terjadi serangan asma dapat diberikan secara teratur misal 3 x sehari (t.d.d).
SAAT/WAKTU PEMBERIAN
Hal ini dibutuhkan bagi obat tertentu supaya dalam pemberiannya memiliki efek optimal, aman dan mudah di kuti pasien. Misal: Obat yang absorbsinya terganggu oleh makanan sebaiknya diberikan saat perut kosong 1/2 – 1 jam sebelum makan (1/2 – 1 h. a.c), obat yang mengiritasi lambung diberikan sesudah makan (p.c) dan obat untuk memepermudah tidur diberikan sebelum tidur (h.s), dl .
LAMA PEMBERIAN
Lama pemberian obat didasarkan perjalanan penyakit atau menggunakan pedoman pengobatan yang sudah ditentukan dalam pustaka/RS. Misalkan pemberian antibiotika dalam waktu tertentu (2 hari setelah gejala hilang untuk menghindari resistensi kuman, obat simtomatis hanya perlu diberikan saat simtom muncul (p.r.n), dan pada penyaklit kronis (misalasma, hipertensi, DM) diperlukan pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hidup (ITER!)
3. Pemilihan BSO yang tepat
Pemilihan BSO dalam preskripsi perlu dipertimbangkan agar pemberian obat optimal dan hargaterjangkau. Faktor ketaatan penderita, factor sifat obat, bioaviabilitas dan factor sosial ekonomi dapat digunakan sebagai pertimbangan pemilihan BSO
4. Pemilihan formula resep yang tepat
Ada 3 formula resep yang dapat digunakan untuk
menyusunan preskripsi dokter (Formula marginalis, officialis aau
spesialistis). Pemilihan formula tersebut perlu mempertimbangkan:
- Yang dapat menjamin ketepatan dosis (dosis individual)
- Yang dapat menajaga stabilitas obat
- Agar dapat menjaga kepatuhan pasien dalam meminum obat
- Biaya/harga terjangkau
5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar (lege artis)
Preskripsi lege artis maksudnya adalah ditulis secara jelas, lengkap (memuat 6 unsur yang harus ada di dalam resep) dan sesuai dengan aturan/pedoman baku serta menggunakan singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat
Cara atau aturan harus tertulis lengkap dalam resep, namun dokter juga masih harus menjelaskan kepada pasien. Demikian pula hal-hal atau peringatan yang perlu disampaikan tentang obat dan pengobatan, misal apakah obat harus diminum sampai habis/tidak, efek samping, dl . Hal ini dilakukan untuk ketaatan pasien dan mencapai rasionalitas peresepan
PEDOMAN CARA PENULISAN RESEP DOKTER
1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):
a. Dimulai dengan huruf besar
b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
c. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)
3. Penulisan jumlah obat
a. Satuan berat: mg (mil igram), g, G (gram)
b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)
c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)
- Yang dapat menjamin ketepatan dosis (dosis individual)
- Yang dapat menajaga stabilitas obat
- Agar dapat menjaga kepatuhan pasien dalam meminum obat
- Biaya/harga terjangkau
5. Penulisan preskripsi dalam blanko resep yang benar (lege artis)
Preskripsi lege artis maksudnya adalah ditulis secara jelas, lengkap (memuat 6 unsur yang harus ada di dalam resep) dan sesuai dengan aturan/pedoman baku serta menggunakan singkatan bahasa latin baku, pada blanko standar (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
6. Pemberian informasi bagi penderita yang tepat
Cara atau aturan harus tertulis lengkap dalam resep, namun dokter juga masih harus menjelaskan kepada pasien. Demikian pula hal-hal atau peringatan yang perlu disampaikan tentang obat dan pengobatan, misal apakah obat harus diminum sampai habis/tidak, efek samping, dl . Hal ini dilakukan untuk ketaatan pasien dan mencapai rasionalitas peresepan
PEDOMAN CARA PENULISAN RESEP DOKTER
1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):
a. Dimulai dengan huruf besar
b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
c. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)
3. Penulisan jumlah obat
a. Satuan berat: mg (mil igram), g, G (gram)
b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)
c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)
d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal:
- Tab Novalgin no. XII
- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
e. Penulisan alat penakar:
Dalam singkatan bahasa latin dikenal:
C. = sendok makan (volume 15 ml)
Cth. = sendok teh (volume 5 ml)
Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten.
f. Arti prosentase (%)
0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
0,5% (v/v) → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,…; 0,0….; 0,00…)
4. a. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
b. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
- Al erin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml
- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis
Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
Tab Antangin mg 250 X
Tab Novalgin mg 250 X
6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
a. Harus ditulis dengan benar
Misal: S.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I
b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.- Tab Novalgin no. XII
- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
e. Penulisan alat penakar:
Dalam singkatan bahasa latin dikenal:
C. = sendok makan (volume 15 ml)
Cth. = sendok teh (volume 5 ml)
Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten.
f. Arti prosentase (%)
0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
0,5% (v/v) → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,…; 0,0….; 0,00…)
4. a. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
b. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
- Al erin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml
- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis
Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
Tab Antangin mg 250 X
Tab Novalgin mg 250 X
6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
a. Harus ditulis dengan benar
Misal: S.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I
7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1 R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap R/.
8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan.
9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh diulang) Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang. Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang.
10. Penulisan tanda Cito atau PIM